http://www.index-of-mp3.com/download-file.php?src=iw&name=Betapa&link=Betapa__2.html

gresek-gresek

Mengenai Saya

Foto saya
surabaya, jatim
hmmmmmmmmmm susah!!!

kawan-kawan

Pengikut

Label

ARCHIVES

shoutbox


ShoutMix chat widget

perang kata

Diposting oleh GORESAN PERADABAN

Setiap orang selalu berjibaku dengan kata-kata
seorang kawan dalam sajak tidurnya menulis:
Kita berjumpa di ruang kata-kata

kita melihat dengan kata-kata

kita mendengar dengan kata-kata

kita berencana dengan kata-kata

kita berkata-kata dengan kata-kata

Ya,,,untaian kata yang mengena, yang membuat aku berpikir....
sebegitu pentingkah kata-kata?
hingga kita harus menguntainya agar penuh makna?
tak bisa kah kita tinggalkan saja dia?

"Tak bisa"

seorang kawan lgsung menyerobot menjawab tanpa prolog,,ketika ku utarakan pertanyaan itu dengan lirih

"Kenapa??"
tanyaku...

"Kau takkan bisa bertahan hidup jika tak bergulat dengan kata-kata."

ya,,takkan bisa hidup jika aku tak bergulat dengan kata-kata
bahkan aku tak bisa berperang tanpa kata2

"Ilmu retorika hitler, Muso, atau soekarno pun tak lepas dr kata2"

"hu um.... Tapi bagaimana jika kata2 kita menjadi pedang pembunuh??"

"Memang itulah gunanya kata2...it's a killer", jawabnya.
"Peradaban baru dibangun melalui kata2 yang diuntai dalam sebuah pidato indah yang membuai para pejuang, yg melambungkan mereka ke lembar sejarah mereka yang baru..",lanjutnya.
"Ia adalah pembunuh ampuh para peradaban...", sambungnya..
dan aku masih mendengarkan dengan telinga yang sedikit kugerak-gerakkan.
"Namun tanpanya,, peradaban baru yang sedang kita perjuangkan ini tak kan pernah ada, kecuali hanya suatu keajaiban dari Tuhan.", tambahnya sambil kulihat bibirnya tersungging 2mm ke k kanan atas...

Dan ku balas dengan menyunggingkan bibirku 2,1 mm k kiri atas...


"Berkata-katalah kawan....."

ENTAHLAH

Diposting oleh GORESAN PERADABAN

entahlah
tak ada ide
semua serasa menjadi buntu
perkataan seoarng kawan langsung terngiang : "Dunia semakin gelap"

LELAH

Diposting oleh GORESAN PERADABAN

Lelah ini tiba2 saja menyerbu
Membuat diamku jadi pertanyaan

Lelah ini membuatku bisu
membuat telingaku berpura-pura tuli
membuat mataku berpura-pura buta

Lelah ini
adalah langkah yang melumpuhkan kaki
adalah getar yang merajai gerak tanganku
adalah nafsu yang melemahkan jiwaku

Lelah ini
seperti menguasai aku yg ada kini
seperti jadi ratu dalam liuk hidupku
seperti bahasa penghipnotis
agar aku tidur dalam gerak selamanya

Kenapa harus ada lelah??
Adakah sajak penghilang lelah, penghapus lelah, ??
Adakah sajak penghanyut lelah, pengusir lelah, ??


Akankah lelah membuatku mebuang tanganku ke tong sampah
seperti yang kau sajakkan, wahai tukang tidur????

"SEAMO MOTHER"--> FOR MY MOM

Diposting oleh GORESAN PERADABAN

Hi Mother, Haikei, genki ni shitemasuka?
Saikin renraku shinakute gomen Boku wa nantoka yattemasu...

Chiisana karada ni chiisana te Shiraga mo majiri Marukunatte
Shikashi boku ni wa Nani yori mo ookikute Dare yori mo tsuyokute
Sasaete kureta kono ai Dakara kodomo ni mo tsutaetai

Chikaku ni iru to iradatsu kuse ni Tooku ni iru to sabishiku kanji
Anata wa sonna sonzai Donna mondai mo Mi wo kezutte kaiketsu suru
Soshite Boku no shitteru dare yori mo Ichi-ban gamandzuyoku TAFU desu
Itsumo massaki ni ki ni suru Jibun janaku boku no karada de

Suiji sentaku Souji ni ikuji Amatta jikan sara ni shigoto shi
Ichi-ban hikui basho ni aru mono shika Motomenakattano Anata yo
Atarimae sugi wakaranakatta Hitori de kurashi hajimete wakatta
Anata no sugosa Taihensa Sore wo omoeba Kyou mo boku ganbareru sa

Chiisana karada ni chiisana te Shiraga mo majiri Marukunatte
Shikashi boku ni wa Nani yori mo ookikute Dare yori mo tsuyokute
Sasaete kureta kono ai Dakara kodomo ni mo tsutaetai

"Ashita asa shichi-ji ni okoshite" to itte
Anata jikan doori ni okoshite kurete
Shikashi Rifujin na boku wa
Neboke nagara ni iu kotoba wa "Urusee!"
Konna kurikaeshi no RUUTIN Iyana kao hitotsu sezu ni
Anata Mainichi okoshite kureta
Donna mezamashi yori atatakaku seikaku datta

Sore de mo aru hi Gakkou wo ZURUyasumi "Ikitakunai" to ii
FUton kara ichido mo denu boku mae ni Kao wo ryoute de ooikakushi
Oogoe agete naita Boku mo kanashikute naita
Sono toki boku wa "Nante baka na koto wo shitan da" to jibun semeta

Chiisana karada ni chiisana te Shiraga mo majiri Marukunatte
Shikashi boku ni wa Nani yori mo ookikute Dare yori mo tsuyokute
Sasaete kureta kono ai Kanshashitemasu My Mother

Kodomo ni sakidattareru hodo Tsurai koto nante Kono yo ni nai no dakara
Tatta ichi-byou de mo Anata yori nagaku ikiru koto Kore dake wa mamoru
Kore dake wa...

Anata no kodomo de yokatta Anata ga boku no haha de yokatta
Itsu made mo kawaranai Zutto zutto kawaranai
Boku wa anata no ikiutsushi dakara...

Chiisana karada ni chiisana te Shiraga mo majiri Marukunatte
Shikashi boku ni wa Nani yori mo ookikute Dare yori mo tsuyokute
Sasaete kureta kono ai Dakara kodomo ni mo tsutaetai

Zutto boku no haha de ite Zutto genki de ite
Anata ni wa mada shigoto ga aru kara Boku no oyakoukou uketoru shigoto ga...


===============================================================
Tuhan terlampau sayang padamu, IBU
hingga Ia memanggilmu tepat di hari ibu pula
hanya doa semoga kau diterima disisiNya yang bisa kuperbuat untukmu
I O U, mother.......

ESCAPIST

Diposting oleh GORESAN PERADABAN

“Arggggggggggggggggggghhhhhhhhh………………………………”

“Nyebut tole….nyebut….”

“huh…………..huh………………….”

Ku rasakan tak karuan. Kacau. Rasa marah menyambut setiap pertanyaan yang kuajukan pada diriku sendiri.

“Sabar le,,,,sabar….”

Aku..aku bisa merasakan tangan emak yang membelai rambut dan mengusap dadaku. Tapi, aku…aku tak bisa mengendalikan kaki dan tanganku. Mereka seperti bagian lain dari tubuhku.

“Argghh……Arggh…..Argh……..”

Mulutkupun tak mau kalah liar.
“Huh,,huh”
Nafasku tersengal .Aku tak berdaya mengendalikan tubuhku sendiri. Aku lelah. AKU LELAH.
Mataku!!! Mataku!!! Aku tahu sorot matakupun ikut berlomba menjadi liar. Bengis, tajam, pancaran amarah. Aku..aku tak sangup melembutkan sorot mataku pada emak.
Aku lelah….aku lelah…..

“Argh…..Argh…..”
Teriakanku bertambah kencang setiap kali kurasakan tangan Abah yang renta menghalau gerak liar tubuhku.

“BRUK”

Suara itu sangat jelas. Dan bertambah nyata saat mataku dengan sorotnya yang tak berubah melihat abah yang tersungkur tak berdaya di lantai karena tendangan maut kakiku. Kemudian aku…..aku…….aku…..tak sadarkan diri.

-------------------------------


“Piye le, rasane awakmu?”

Lega. Kini kubisa merasakan bahwa aku punya tangan dan kaki. Damai. Karna sorot mataku tak lagi penuh dengan amarah.

“Emak...Abah.....”
Senang. Mulutku menjinak. Aku kembali. Ha ha ha ha.........
“Apa kau haus? Emak ambilkan minum ya?”
Aku menggeleng. Kupegang tangan emak. Mengiba dengan tatapan mataku. Mencoba memohon padanya untuk tetap tinggal disamping ku.
”Apa yang kau pikirkan dan rasakan sekarang?”

Pertanyaan abah membuatku bisu daalm sekejap. Rasanya pun ingin bisu selamanya. Perlahan air mataku menetes. Namun hanya air mata hati. Aku....diantara tahu dan tidak tahu. Ah entahlah aku bingung. Aku tahu kenapa aku begini, tapi aku takut mengakui, bahkan mengakui pada diriku sendiri.


-------------------------------

”Budi..... Budi......”

Sangat jelas. Ada yang memanggilku. Tapi aku tak peduli. Aku tak pedulikan mereka jika mereka memanggilku dengan nama Budi. Apakah ini berarti aku benci namaku? Sebegitu rumitkah aku?
Aku hanya tidak terima saja, ketika guru sekolah dasarku selalu mengeja kalimat ”Ini Ibu Budi ” atau ”Ini ayah Budi”. Andai aku punya ibu dan ayah, aku tak akan tersinggung. Aku hanyalah bayi tengil yang dipungut emak dan abah dari tumpukan sampah. Bahkan hidungku, kata emak, saat itu tertutup oleh pembalut wanita. Aku hanya benci. Hanya benci.

”Budi!! Aku memanggilmu dari tadi. Apa kau tak mendengarnya? Ehmmm..... Ini catatan Aljabar linear dan Pemrograman Terstruktur mu, kemarin ketinggalan di kampus.”

Kampus?? Heh... Halim mengingatkanku kalau aku mahasiswa. Aku ingin mengubur ingatan itu. Dan hampir berhasil, setidaknya sampai detik dimana ia menyebut kata kampus. Kata yang begitu aku benci, karena telah mengubah duniaku 180 derajat. Kata yang bisa membuat kepalaku penuh beban. Kampus..... tempat dimana aku hanya dididik untuk menjadi kapital hedonis dengan orientasi kebahagiaan materi. Tempat dimana aku, memulai debutku sebagai.......

”Oya, jangan lupa 2 hari lagi demo Final Project. Jadi rangkaian subtractor, divider dan modulo nya aku serahkan padamu.Oya Ujian akhir semester dimulai .....................”

Kepalaku.............mataku remang.......

”Budi..... Budi.....”

-------------------------------

”Rangkaian mu sempurna. Hampir tak ada cacatnya. Bagaimana kau membuatnya?”

Asprak ini membuatku illfeel. Tapi sedikit menyenangkan ketika rangkaianku ia nilai perfect. Tapi sungguh, pembuatan rangkaian ini sangat mudah.

”Ini hanya rangkaian subtractor biasa. Rangkaian divider pun, dasarnya subtractor pula, sedangkan hasil modulo, diambil dari hasil subtractor akhir rangkaian divider.”

Apa penjelasanku cukup gmablang bagi mereka? Ah, apa pentingnya. Mereka lah yang bodoh jika tak mengerti ucapanku. Lagi pula nilai A sudah ada didepan mata karena ucapan “sempurna” nya. Ha ha ha……..

“Harus menggunakan rangkaian komparator pada rangkaian divider nya”
”Lalu, bagaimana bisa kau jadikan modulo sebagai outputnya, Budi?”

Dua kali sudah, manusia berjabatan asprak ini membuat ku kesal. Tapi nilai A nya, cukup meredamku.

”Counter up. Dengan rangkaian counter up”
“Aku tak melihatnya. Mana rangkaian counter up yang kau maksud itu?”

Ingin sekali rasanya aku lemparkan pena yang dari tadi kugenggam ke wajahnya. Tapi biarlah. Ku masih menganggapnya asprak bodoh yang saat semester satu selalu revisi praktikum.

“Dalam sub circuit. Saya buat IC sendiri.”

Kepalaku…..kenapa? kumohon jangan di saat2 seperti ini......

-------------------------------

”Maaf nak Halim, apa Bapak boleh tahu kenapa anak Bapak, Budi, mendapat nilai E? Bahkan harus melakukan revisi minimal tiga kali?”
”Sebelumnya saya minta maaf, Pak. Tapi Budi tidak mengerjakan tugas Praktikum nya. Uji rangkaian, ia hanya menyodorkan worksheet kosong, kemudian ia duduk, lalu diam dan tak menjawab sepatah katapun ketika penguji mengajukan pertanyaan padanya.”

Aku melihat kepala abah mengangguk-angguk, kala si Halim kudil itu berucap. Meski aku tak bisa mendengar apa yang mereka sedang perbincangkan, aku bisa menarik kesimpulan kalau abah sedang diguna-guna oleh halim, sampai abah tak berhenti menganggukkan kepala rentanya.


-------------------------------

”BANGUN!! SADARLAH KAWAN!! KAU INI MASIH HIDUP!! KAU MASIH BERNYAWA…… JANGAN JADI PENGHAYAL SEJATI!!!”

Tepatnya, yang kurasakan, Halim seperti menyuruhku untuk jangan menjadi seorang escapist sejati. Yah…. Aku memang seorang escapist sejati. Membuat dunia khayalanku, dan lari dari kenyataan yang ada didepanku. Bahkan, Budi pun masuk sebagai actor utama dunia khayalku. Cerita kampus pun terilhami dari langit. Si kudil Halim, dia terpilih jadi pemeran pembantunya. Lantas siapa aku?? Aku tak tahu. Mungkin lain kali akan kujadikan kau sebagai tokoh dalam dunia khayalku. Namun yang pasti, aku adalah orang yang tlah terjerat selamanya dalam dunia khayal yang begitu nyata.

KAMPUNG PETANG HARI

Diposting oleh GORESAN PERADABAN

Surya mati suri di kaki langit barat
Menutup keluh para buruh
Menggotong kesah peresah

Surya menghilang di kalut langit petang
Menenggelamkan mimpi pemimpi
Menghanyutkan asa pengharap ke lautan sunyi

Mata para pekerja tertutup
Melupakan realita kerasnya hidup
Membuang ingatan lelahnya hari-hari

Pintu rumah jadi tak berekspresi
Senyumnya terhenti karna tlah datang petang hari
Jendela-jendela menutup mata
Menghalangi masuknya karbondioksida
Dan debu-debu penggoda

Lantai-lantai berubah suasana
Menjadi dingin karena cuaca
Hangatnya hilang karena tiada terkena sengatan surya

Pesuruh-pesuruh
Berenang dalam hening malam
Memuarakan diri di samudra mimpi

Tukang – tukang
Mati sekejap dibalut kain putih bergaris
Beralas perkawanan kapuk pohon randu
Ditemani persahabatan spon yang terpenjara

Ah lelah
Semua lelah.................


Kamar gelap
24 Januari 2008

SANG PENA

Diposting oleh GORESAN PERADABAN

Pena-pena itu
Berdansa dalam penjara
Hingga tintanya mengakar
Di lembar-lembar pinus yang tak lagi bernyawa

Pena- pena itu
Berduka
Ketika dirinya harus bekerja dengan paksa
Ketika dirinya sadar sedang dalam alam romusha

Pena-pena itu
Tiada henti menangis
Saat dirinya jadi saksi mati kesedihan pengemis
Saat dirinya jadi bukti kejamnya kapitalis

Pena-pena itu berteriak
Kala menyaksikan si miskin merasa sesak
Kala saksikan harta jadikan si kaya budak

Pena-pena itu
Terpaksa mendusta
Karena tak berdaya
Terpasung tubuhnya
Di bui terpenjara

Mulut pena-pena itu akhirnya membisu
Seperti mayat hidup
Membiru kaku

Dan kini
Harus rela diletakkan di peti mati
Bersama sampah hasil cipta manusia




Jogja,
Senin 28 Januari 2008